Senin, 06 Februari 2012

Kebangkitan Agama Buddha Di amerika & Barat


Perkembangan peradaban manusia rupanya telah
membawa perubahan pada segenap sisi kehidupan,
antara lain sisi spiritualitas. Sebuah fakta yang
menarik bahwa ”spiritualisme” sedang berkembang di
negara sekuler macam Amerika). Masyarakat di sana
rupanya sudah ”lelah” dengan agama-agama yang
bersifat institusional dan dogmatis (baca: agama
semitik), dan cenderung memilih jalan hidup yang
human-sentris. Buddhisme menjadi salah satu
alternatif yang semakin banyak digemari masyarakat
di Amerika.

Tidak hanya masyarakat Amerika, golongan
intelektual pada umumnya memang memiliki apresiasi
yang baik terhadap Buddhisme, dikarenakan prinsip
ajarannya yang tidak dogmatis dan sejalan dengan
cara berpikir modern. Salah satunya adalah Derek
Parfit) dari Oxford University yang telah
menerima pandangan Buddhis tentang kehidupan dan
konsep ”tiada jiwa” (annata).

Di seluruh dunia, penganut Buddhisme tergolong
sedikit, yakni sekitar 500 juta orang saja.
Terbanyak adalah Kristen (2 milyar), disusul Islam
(1,5 milyar). Lahir di India 2500 tahun yang lalu
sebagai ”penyempurnaan” dari agama Hindu, kemudian
lebih banyak berkembang di Tiongkok. Seorang guru
agama Hindu bernama Paramartha, memiliki andil
dalam membawa agama Buddha ke Tiongkok bagian
selatan. Beliau memperkenalkan kitab Sutra
Suranggana yang ditulis pada abad ke-I Masehi
dalam bahasa Sansekerta kepada para sarjana di
Tiongkok, untuk kemudian diterjemahkan dan
dipelajari. Kitab Sutra Suranggana banyak
menuangkan konsepsi Buddhis tentang pikiran dan
segenap fenomenanya. Kitab ini menjadi favorit di
kalangan terpelajar Tiongkok pada waktu itu.

Dibandingkan Abrahamic Faith, Buddhisme tergolong
unik, sebab tidak berparadigma teosentris/idol
sentris. ”Tuhan” bukanlah persoalan yang utama di
dalam Buddhisme. Seorang atheis, agnostis, atau
theis, dapat saja menjadi penganut Buddha. Dengan
begitu, fundamen ajaran Buddha bukanlah
dogma-dogma teologi, tetapi sesuatu yang berasal
dari diri kita sendiri, yakni pikiran (minds).
Sebab pikiran adalah sumber dari segala
permasalahan yang muncul dalam kehidupan manusia,
seperti adanya keinginan, hawa nafsu, emosi,
penalaran, pencerapan, berbagai
ide/konsepsi/kepercayaan, yang kesemuanya itu
perwujudan dari ego atau “aku”. Dengan mengetahui
seluk beluk pikiran atau “aku” beserta segenap
fenomenanya, kita dapat mencari akar permasalahan
dan menundukkannya. Hal ini diwujudkan dengan
berbagai latihan disiplin dan praktik meditasi.
Dari pikiran sebagai fundamen itulah, maka
Buddhisme banyak disebut oleh para orientalis
barat sebagai ”ilmu pengetahuan tentang pikiran”.
Dari situ dapat dipahami bahwa Buddhisme memiliki
metoda memandang ke dalam (menguasai pikiran/diri
sendiri) terlebih dahulu untuk kemudian membuat
laku ke luar/menanggapi alam sekitar (termasuk
misalnya menolak atau menerima suatu ajaran).
Sehingga Buddhisme tidak mementingkan siapa yang
mengajarkan suatu ajaran apakah ”nabi” atau
”tuhan” atau ”orang penting” mana pun, tetapi apa
yang diajarkan. Apakah bermanfaat atau tidak,
apakah logis atau tidak, dan sebagainya. Dan
kesemua penilaian itu tentunya tergantung pada
bagaimana kualitas pikiran kita (sikap ini
diterapkan termasuk kepada ajaran Buddha Gautama
sendiri, seperti yang dituturkan beliau dalam
khutbahnya pada orang-orang suku Kalama)

Meski banyak diminati oleh masyarakat Amerika dan
banyak diapresiasi oleh kaum cendekiawan, citra
Buddhisme tidaklah sebagus itu di Asia dan
masyarakat awam pada umumnya. Di Asia, Buddhisme
banyak ditinggalkan penganutnya yang beralih ke
agama Kristen. Buddhisme juga dianggap sebagai
agama yang kolot, penyembah berhala, kaku, dan
sudah ketinggalan jaman. Semua tuduhan itu muncul
karena orang tidak banyak tahu tentang agama
Buddha yang sesungguhnya.

Larisnya agama Buddha di masyarakat Barat dan
kalangan cendekiawan umumnya, menunjukkan adanya
fenomena perubahan paradigma beragama, dari
”teosentris” yang dipopulerkan oleh agama semitik
(Abrahamic Faith) menjadi ”human-sentris”. Oleh
beberapa penganut secular humanism, tradisi
”worship” bahkan sudah dianggap ketinggalan jaman
dan terganti dengan praktek-praktek spiritual
seperti meditasi dan yoga. Fenomena perubahan
paradigma beragama ini hendaknya dapat menyadarkan
kita untuk secara jujur me-review kembali
paradigma beragama yang selama ini kita jalankan.[]
ishaputra is offline  

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Link Within

http://www.septictankbiotech.co.id